Kematian Sakuni. Kepingan badannya dilempar ke lima penjuru dunia.
(karya : Herjaka HS)
Karna menjadi panglima perang, dan
berhasil menewaskan musuh. Yudhisthira minta agar Arjuna menahan
serangan Karna. Arjuna menyuruh Ghatotkaca untuk menahan dengan ilmu
sihirnya, Ghatotkaca mengamuk, Korawa lari tunggang-langgang. Karna
dengan berani melawan serangan Ghatotkaca. Namun Ghatotkaca terbang ke
angkasa. Karna melayangkan panah, dan mengenai dada Ghatotkaca. Satria
Pringgandani ini limbung dan jatuh menyambar kereta Karna, tetapi Karna
dapat menghindar dan melompat dari kereta. Ghatotkaca mati di atas
kereta Karna. Para Pandawa berdukacita. Hidimbi pamit kepada Dropadi
untuk terjun ke perapian bersama jenasah anaknya.
Pertempuran terus berkobar, Drona
berhasil membunuh tiga cucu Drupada, kemudian membunuh Drupada, dan raja
Wirata. Maka Dhrtadyumna ingin membalas kematian Drupada.
Kresna mengadakan tipu muslihat.
Disebarkannya berita, bahwa Aswatthama gugur. Yudhisthira dan Arjuna
mencela sikap Kresna itu. Kemudian Bhima membunuh kuda bernama
Aswatthama, kemudian disebarkan berita kematian kuda Aswatthama.
Mendengar berita kematian Aswatthama, Drona menjadi gusar, lalu pingsan.
Dhrtadyumna berhasil memenggal leher Drona. Aswatthama membela kematian
ayahnya, lalu mengamuk dengan menghujamkan panah Narayana. Arjuna sedih
atas kematian gurunya akibat perbuatan yang licik. Arjuna tidak
bersedia melawan Aswatthama, tetapi Bhima tidak merasakan kematian
Drona. Dhrtadymna dan Satyaki saling bertengkar mengenai usaha
perlawanan terhadap Aswatthama. Kresna dan Yudhisthira menenangkan
mereka. Pandawa diminta berhenti berperang. Tapi Bhima ingin melanjutkan
pertempuran, dan maju ke medan perang mencari lawan, terutama ingin
menghajar Aswatthama. Saudara-saudaranya berhasil menahan Bhima. Arjuna
berhasil melumpuhkan senjata Aswatthama. Putra Drona ini lari dan
sembunyi di sebuah pertapaan. Karna diangkat menjadi panglima perang.
Banyak perwira Korawa yang memihak kepada Pandawa.
Pada waktu tengah malam, Yudhisthira
meninggalkan kemah bersama saudara-saudaranya. Mereka khidmat menghormat
kematian sang guru Drona, dan menghadap Bhisma yang belum meninggal dan
masih terbaring di atas anak panah yang menopang tubuhnya. Bhisma
memberi nasihat agar Pandawa melanjutkan pertempuran, dan memberi tahu
bahwa Korawa telah ditakdirkan untuk kalah.
Pandawa melanjutkan pertempuran melawan
Korawa yang dipimpin oleh Karna. Karna minta agar Salya mau mengusiri
keretanya untuk menyerang Kresna dan Arjuna. Salya sebenarnya tidak
bersedia, tetapi akhirnya mau asal Karna menuruti perintahnya.
Pertempuran berlangsung hebat, disertai
caci maki dari kedua belah pihak. Bhima bergulat dengan Doryudana,
kemudian menarik diri dari pertempuran. Dussasana dibunuh oleh Bhima,
sebagai pembalasan sejak Dussasana menghina Drupadi. Darah Dussasana
diminumnya.
Arjuna perang melawan Karna. Naga raksasa
bernama Adrawalika musuh Arjuna, ingin membantu Karna dengan masuk ke
anak panah Karna untuk menembus Arjuna. Ketika hendak disambar panah,
kereta yang dikusiri Kresna dirundukkan, sehingga Arjuna hanya
terserempet mahkota kepalanya. Naga Adrawalika itu ditewaskan oleh panah
Arjuna. Ketika Karna mempersiapan anak panah yang luar biasa saktinya,
Arjuna telah lebih dahulu meluncurkan panah saktinya. Tewaslah Karna
oleh panah Arjuna.
Doryudhana menjadi cemas, lalu minta agar
Sakuni melakukan tipu muslihat. Sakuni tidak bersedia karena waktu
telah habis. Diusulkannya agar Salya jadi panglima tinggi. Sebenarnya
Salya tidak bersedia. Ia mengusulkan agar mengadakan perundingan dengan
Pandawa. Aswatthama menuduh Salya sebagai pengkhianat, dan menyebabkan
kematian Karna. Tuduhan itu menyebabkan mereka berselisih, tetapi
dilerai oleh saudara-saudaranya. Aswatthama tidak bersedia membantu
perang lagi. Salya terpaksa mau menjadi panglima perang. Nakula disuruh
Kresna untuk menemui Salya, dan minta agar Salya tidak ikut berperang.
Nakula minta dibunuh daripada harus berperang melawan orang yang harus
dihormatinya. Salya menjawab, bahwa ia harus menepati janji kepada
Duryodhana, dan melakukan darma kesatria. Salya menyerahkan kematiannya
kepada Nakula dan agar dibunuh dengan senjata Yudhisthira yang bernama
Pustaka, agar dapat mencapai surga Rudra. Nakula kembali dengan sedih.
Salya menemui Satyawati, pamit maju ke
medan perang. Isteri Salya amat sedih dan mengira bahwa suaminya akan
gugur di medan perang. Satyawati ingin bunuh diri, ingin mati sebelum
suaminya meninggal. Salya mencegahnya. Malam hari itu merupakan malam
terakhir sebagai malam perpisahan. Pada waktu fajar Salya meninggalkan
Satyawati tanpa pamit, dan dipotongnya kain alas tidur isterinya dengan
keris. Salya memimpin pasukan Korawa. Amukan Bhima dan Arjuna sulit
untuk dilawannya. Salya menghujankan anak panahnya yang bernama
Rudrarosa. Kresna menyuruh agar Pandawa menyingkir. Yudhisthira disuruh
menghadap Salya. Yudhisthira tidak bersedia harus melawan pamannya.
Kresna menyadarkan dan menasihati Yudhisthira. Yudhisthira disuruh
menggunakan Kalimahosadha, kitab sakti untuk menewaskan Salya. Salya
mati oleh Kalimahosadha yang telah berubah menjadi pedang yang
bernyala-nyala. Kematian Salya diikuti oleh kematian Sakuni oleh Bhima.
Berita kematian Salya sampai kepada Satyawati. Satyawati menuju medan
perang, mencari jenasah suaminya. Setelah ditemukan, Satyawati bunuh
diri di atas bangkai suaminya.
Duryodhana melarikan diri dari medan
perang, lalu bersembunyi di sebuah sungai. Bhima dapat menemukan
Duryodhana yang sedang bertapa. Duryodhana dikatakan pengecut.
Duryodhana sakit hati, lalu bangkit melawannya. Bhima diajak berperang
dengan gada. Terjadilah perkelahian hebat. Baladewa yang sedang
berziarah ke tempat-tempat suci diberi tahu oleh Narada tentang
peristiwa peperangan di Hastina. Kresna menyuruh Arjuna agar Bhima
diberi isyarat untuk memukul paha Duryodhana. Terbayarlah kaul Bhima
ketika hendak menghancurkan Duryodhana dalam perang Bharatayudha.
Baladewa yang menyaksikan pergulatan Bhima dengan Duryodhana menjadi
marah, karena Pandawa dianggap tidak jujur, lalu akan membunuh Bhima.
Tetapi maksud Baladewa dapat dicegah, dan redalah kemarahan Baladewa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar